Di tengah-tengah tasyahhud saat seseorang selesai mengucapkan shalawat
Ibrahimiyyah apakah jari telunjuk selayaknya tetap diangkat hingga imam
selesai salam atau ia boleh membuka genggamannya (menurunkan jari
telunjuknya-pent) dan meletakkan (telapak tangan)nya di atas pahanya
langsung begitu selesai dari shalawat Ibrahimiyyah?
Pertama, dalam sunnah nabawiyyah tentang penjelasan tata cara shalat
nabishallallahu ‘alaihi wa sallam terdapat syari’at mengangkat jari
telunjuk dalam shalat dan telah disebutkan perincian penjelasan tentang
hal itu disertai dalil-dalilnya di web kami, yaitu jawaban no. 7570 dan
11527.
Kedua, para ahli fiqh sudah menyebutkan bahwa barangsiapa yang
mengisyaratkan dengan jari telunjuk (mengangkatnya-pent) di bagian
manapun asal masih dalam tasyahhud, maka berarti ia telah menunaikan
sunnah ini (mengangkat jari telunjuk-pent) dan telah mengikuti petunjuk
nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memunaikan shalatnya. Adapun
yang menjadi pembahasan di sini adalah tempat diangkatnya, sedangkan ini
adalah permasalahan afdhaliyyah saja.
Tempat mulai mengangkat telunjuk dan perselisihan Ulama tentangnya
Syaikh Ahmad Al-Barlisi ‘amiiratusy -Syafi’i (wafat 957 H), berkata,
“Dengan bentuk mengisyaratkan jari telunjuk yang manapun dari yang sudah
disebutkan di atas (dalam kitab beliau-pent) seseorang yang
melakukannya sudah terhitung mengamalkan sunnah tersebut. Adapun yang
menjadi perselisihan ulama adalah sebatas mana yang afdhal”. Ucapannya
selesai, diambil dari Hasyiah ‘Amiiroh(1/188). Lihat juga Al-Majmu’
tulisan An-Nawawi (3/434).
Perselisihan dalam masalah afdhaliyyah ini adalah perkara ijtihad ulama
yang (masing-masing pendapat) masih bisa dikatakan memiliki alasan
ilmiyyah karena tidak adanya dalil yang jelas dan pasti dalam hal ini.
Ada sebuah riwayat dari Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, bahwa nabi
shallallahu alaihi wa sallam saat duduk di dalam shalatnya meletakkan
telapak tangan kanannya di atas lututnya dan mengangkat jari sebelah
jempolnya (telunjuk-pent). Beliau berdo’a dengannya, sedangkan telapak
tangan kirinya diletakkan di atas lutut yang satunya. Beliau membuka
telapak tangan kiri tersebut dan diletakkan di atas lututnya. Imam
At-Tirmidzi meriwayatkannya (no. 294) dan berkata, “Hadits Ibnu Umar ini
hadits hasan gharib. Kami tidak mengetahuinya dari hadits Ubaidillah
bin Umar kecuali dari sisi ini. Sebagian ulama dari kalangan sahabat
nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan tabi’in mengamalkannya. Mereka
memilih isyarat jari telunjuk ketika tasyahhud dan pendapat ini adalah
pendapat ulama madzhab kami”. Ucapannya selesai. Syaikh Al-Albani
menshahihkan hadits ini dalam kitab Shahih At-Tirmidzi.
Sabda beliau (dan mengangkat jari sebelah jempolnya [telunjuk-pent] yang
digunakan berdo’a oleh beliau) menunjukan bahwa mengangkat telunjuk
dimulai ketika berdo’a dalam tasyahhud. Adapun lafadz do’a dimulai dari
dua kalimatsyahadat karena di dalamnya terdapat pengakuan dan penetapan
kemahaesaan Allah ‘azza wa jalla, sedangkan hal itu sebab suatu do’a
lebih berpeluang dikabulkan. Selanjutnya mulailah mengucapkan inti
do’anya (Allahumma shalli ‘ala Muhammad) hingga akhir tasyahhud dan
sampai akhir salam. Adapun awaltasyahhud (Attahiyyatulillah sampai
ucapan kita wa ‘ala ‘ibadillahish shalihin)bukanlah termasuk do’a, namun
itu adalah bentuk memuji Allah dan do’a kesalamatan bagi hamba-Nya.
Riwayat-riwayat yang ada dari para sahabat dan tabi’in dalam masalah ini
menunjukkan bahwa mengisyaratkan jari telunjuk maksudnya adalah isyarat
kepada tauhid dan ikhlas. Jadi (isyarat), jari telunjuk tersebut
hakikatnya adalah ungkapan dalam bentuk perbuatan tentang keimanan
kepada Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu baginya, maka pantaslah
jika awal isyarat telunjuk adalahlafadz syahadat (Asyhadu an laa ilaaha
illallahu).Oleh karena itu Ibnu Abbbasradhiallahu ‘anhuma berkata,
“Isyarat tersebut adalah ungkapan keikhlasan”.
Ibrahim An-Nakha’i rahimahullah berkata, “Jika seseorang mengisyaratkan
dengan jari (telunjuknya) dalam shalat, maka hal itu baik dan itu
ungkapan tauhid”, diriwayatkan oleh Ibnu Syaibah dalam Mushannaf
(2/368).
Apa yang disebutkan di atas adalah salah satu pendapat di kalangan ahli
fiqih, yaitu permulaan isyarat telunjuk saat syahadat tauhid.
Adapun masalah kapan selesainya isyarat telunjuk tersebut, para sahabat
yang meriwayatkan mengangkat jari telunjuk tidaklah menyebutkan nabi
shallallahu alaihi wa sallam sallam menurunkannya (di bagian tertentu
sebelum selesainya salam-pent), maka (dapat disimpulkan) bahwa
mengangkat jari telunjuk itu terus sampai selesai salam, terlebih lagi
akhir tasyahhud semuanya adalah do’a .
Abu Abdillah Al-Khurasyi Al-Maliki (wafat th.1101 H) raimahullah
berkata, “Dari awal tasyahhud hingga akhirnya, yaitu asyhadu an laa
ilaaha illallahu wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhu wa rasuluhu dan
sesuai dengan yang mereka sebutkan sampai selesai salam walaupun panjang
tasyahhudtersebut”. Perkataanya selesai, diambil dari Syarhu Mukhtashor
Kholil (1/288).
Dan ulama syafi’iyyah menyetujui mereka, yaitu isyarat telunjuk
ketikasyahadatain, akan tetapi mereka memberikan penjelasan tambahan
secara rinci dan detail yang barangkali tidak ditemukan dalilnya. Mereka
mengatakan, “Permulaan mengangkat jari telunjuk adalah ketika sampai
pengucapan huruf hamzah dari ucapannya di syahadatain, yaitu
(illlallah).
Imam An-Nawawi rahimahullah berkata, “Dari semua ucapan dan sisi pandang
tersebut dapat disimpulkan bahwa, disunnahkan mengisyaratkan telunjuk
tangan kanannya lalu mengangkatnya ketika sampai huruf hamzah dari
ucapannya (Laa ilaaha illalllahu)”. Perkataannya selesai, diambil dari
kitab Al-Majmu’ syarhul Muhadzdzab (3/434).
Imam Ar-Ramli Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Mengangkatnya saat
ucapannya (illallah), yaitu mulai mengangkatnya ketika pengucapan
hamzah; untuk mengikuti riwayat Imam Muslim dalam masalah tersebut. Hal
itu nampak atau jelas menunjukkan bahwa jari telunjuk tetap diangkat
sampai (sesaat sebelum) berdiri (ke raka’at ke tiga pada tasyahhud
awal-pent) atau sampai salam (pada tasyahhud akhir-pent). Adapun yang
dibahas sekelompok orang zaman sekarang tentang mengembalikannya, maka
ini menyelisihi penukilan. Ucapannya selesai, diambil dari Nihayatul
Muhtaj(1/522).
Ada juga di antara ulama yang mengatakan bahwa isyarat telunjuk tersebut
dimulai dari awal tasyahhud. Semua tasyahhud hakikatnya adalah do’a dan
terdapat suatu riwayat dalam hadits bahwa beliau berdo’a dengannya.
Adapun di awal tasyahhud (Attahiyyaatulillaah) ini adalah pujian
mengawali do’a, maka hakikatnya pujian tersebut termasuk bagian do’a dan
bukan keluar dari bagian do’a.
Syaikhul Islam rahimahullah berkata, “Disunnahkan isyarat telunjuk dalamtasyahhud dan do’a” (Ikhtiyaraat, /38).
Dalam fatwa Lajnah Daimah (7/56), “Isyarat telunjuk sepanjang tasyahhud
dan menggerakkannya saat do’a serta menggenggam jari jemari (selain
telunjuk-pent) terus dilakukan sampai (selesai) salam”.
Yang jelas, permasalahan ini adalah masalah ijtihadiyyah khilafiyyah dan
berbagai pendapat dalam masalah ini terkait dengan salah satu cabang
kecil dari masalah shalat. Tidak mengapa seseorang menyelisihi ijtihad
ini dan mengikuti pendapat yang dia pandang kuat dalam masalah ini
dengan berdasarkan ilmu.
Terdapat juga fatwa Lajnah Daimah (5/368), “Mengangkat telunjuk
dalamtasyahhud adalah sunnah dan hikmahnya adalah isyarat kepada
kemahaesaan Allah. Jika ia mau silahkan menggerakkannya (telunjuk-pent),
jika tidak, maka (tidaklah mengapa) tidak menggerakkannya. Permasalahan
ini tidak mengharuskan perpecahan dan permusuhan di antara para
penuntut ilmu. Seandainya ia tidak mengangkatnya pun atau mengangkatnya
namun tidak menggerakkkannya tidaklah mengapa karena masalah ini adalah
masalah mudah tidaklah mengharuskan pengingkaran dan (saling) menjauh,
namunsunnahnya adalah mengangkatnya di kedua tasyahhud sekaligus sampai
seseorang (selesai) salamnya sebagai isyarat kepada tauhid. Adapun
menggerakkannya, maka ketika berdo’a sebagaimana yang ditunjukkan
sunnahyang shohihah.” Selesai fatwa ini, diambil dari Fatawal Lajnah
(5/368).(muslimorid)
No comments:
Post a Comment